Integritas Ekonomi, Bank Jawa dan Standar Gulden

Integrasi Ekonomi

Adanya upaya integrasi ekonomi di masa Hindia Belanda, yaitu pembentukan perusahaan pelayaran yang mencakup seluruh Hindia Belanda, Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM). KPM dibentuk pada 1888 dan mulai beroperasi 1992. Sebelumnya jalur-jalur pelayaran di Hindia Belanda dikuasai
oleh perusahaan-perusahaan pelayaran Inggris maupun Cina yang berpusat di Singapura. Selain itu terdapat juga pelayaran tradisional yang belum banyak diteliti pula (Leirissa 1993). Pihak Belanda hanya memiliki perusahaan pelayaran antara benua yang menghubungkan Indonesia dengan negeri Belanda, Rotterdamsche Lloyd; selain itu berbagai perusahaan perkapalan antar benua lainnya dari Jerman, Inggris dan Australia. Pada 1847 memang ada usahawan Belanda, Corres de Vries. yang mendapat konsesi dari pemerintah untuk membuka perusahaan pelayaran Nusantara. Tetapi perusahaan ini tidak bertahan lama. Kemudian pada 1863 pemerintah Belanda mengajak sebuah perusahaan Inggris untuk membentuk perusahaan pelayaran Nusantara, Nederlandsh ­Indische Stoomvaart Maatshappij (NISM). Tetapi ini pun tidak banyak memberi keuntungan bagi kepentingan Belanda.

Bank Jawa dan Standar Gulden
Abad ke -19, ditetapkan undang-undang yang menetapkan bahwa Hindia Belanda akan memakai mat uang yang sama seperti Negeri Belanda. Gulden belanda dan gulden Hindia Belanda mempunyai nilai yang sama. Satu-satunya yang dapat menyebabkan sedikit perbedaan adalah biaya transportasi dari negeri belanda ke Indonesia pada masa kolonia atau sebaliknya.

Bank jawa memiliki kuasa sebagai bank yang mengeluarkan uang dan bertanggung jawab terhadap pendistribusian uang kertas di koloni. Pada awal pemerintahan kolonial telah mengambil tindakan untuk membatasi aktivitas-aktivitas bank jawa. Pada tahun 1854 gubernur jenderal  memerintahkan plafon pengeluaran kertas oleh bank jawa. Pada periode 1854-1859 ditetapkan batas yang berubah-ubah antara 5,25 hingga 6 juta gulden Hindia Belanda  dan tidak ada rasio jaminan dari berbagai jenis yang diminta. Dari thun 1859 hingga 1874 batas maksimum yang dispesifikasi disertai dengan syarat rasio jaminan 30% dan dalam kasus pembelanjaan berlebih dari 100% jaminan dalam logam-logam mulia. Pada periode itu pengeluaran uang kertas meningkat dari 7 juta pada tahun1860 menjadi 35 juta pada tahun 1874.

pada tahun 1872 a belanda mengadopsi standar emas, koloni tidak langsung mengikuti dengan segera. Barulah pada Desember 1872 sebuah komisi negara belanda menngumpulkan bahwa standar perak dapat dipertahankan di indonesia, karena di asia perak lebih disukai daripada emas. Presiden bank jawa dengan segera mengajukan standar emas untuk koloni juga yang menekankan ketidak stabilan nilai perak. Pada tanggal 28 maret 1877 disahkan undang-undang mengenai pecahan 10 gulden emas sebagai uang logam standar. Nilai uang logam emas itu ditatapkan 6,048 gram emas. Sistem moneter yang ada pada tahun 1877 dilukiskan sebagai ‘standar emas yang timpang’.

Pada tahun 1930 terjadi krisis terhadap ekonomi kolonial. Pada saat itu indonesia merupakan ekonomiyang mengekspor barang-barang pertanian dan bahan mentah, juga termasuk dalam kategori negara berhutang, secara komparatif lebih peka terhadap kemerosotan ekonomi dibanding negara dengan keadaan yang berbeda. Harga produk ekspor turun dengan cepat dan tajam, secara bandingan lebih besar daripada harga produk-produk yang diimpor yang mengntar pada kemunduran dalam dasar penukaran bagi indonesia pada masa kolonial.

      Indonesia pada masa kolonial diikat dengan belanda oleh beban hutangnya. Selama depresi hutang belanda meningkat karena berasal dari pinjaman-pinjaman jangka panjang dengan tarif relatif tinggi yang dikonversikan ke dalam pinjaman gulden dengan 4% yang dijamin oleh belanda. Indonesia pada masa kolonia juga keberatan karena berada di bawah beban kelam gulden emas terutama setelah amerika serikat melakukan devaluasi pada tahun 1933 (Lindblan, 2002:80). 

No comments:

Post a Comment